Internasional (Abdirakyat.com)-Pemerintah Amerika Serikat (AS) resmi mencabut sanksi ekonomi menyeluruh terhadap Suriah. Hal ini menandai perubahan besar dalam kebijakan luar negeri Negeri Paman Sam menyusul berakhirnya kekuasaan Bashar al-Assad. Keputusan ini juga membuka peluang baru bagi investasi asing di negara yang selama lebih dari satu dekade dilanda perang saudara itu.
Menteri Keuangan AS Scott Bessent menyatakan pencabutan sanksi ini diharapkan menjadi langkah awal bagi Suriah menuju masa depan yang lebih stabil dan sejahtera. “Suriah harus terus bergerak ke arah perdamaian dan kestabilan, dan keputusan hari ini semoga menjadi awal dari jalan yang lebih cerah,” ujarnya dalam pernyataan tertulis, dikutip dari AFP pada 24 Mei 2025
Pencabutan sanksi ini merupakan tindak lanjut dari pengumuman Presiden AS Donald Trump yang disampaikan pekan lalu.
Pada hari Selasa 13 mei 2025 Sebagiamana di lansir Reuters Presiden Donald Trump mengatakan, bahwa dia akan memerintahkan pencabutan sanksi terhadap Suriah. Trump mengatakan dia membuat keputusan setelah diskusi dengan Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman dan Presiden Turki Tayyip Erdogan, yang pemerintahnya telah mendesak keras pencabutan sanksi.
“Saya akan memerintahkan penghentian sanksi terhadap Suriah untuk memberi mereka kesempatan untuk menjadi besar,” kata Trump dalam sebuah forum investasi di Riyadh, pada awal tur ke negara-negara Teluk Arab. “Ini adalah waktu mereka untuk bersinar. Kami melepas semuanya,” kata Trump, “Semoga berhasil Suriah, tunjukkan kepada kami sesuatu yang sangat istimewa.”
Pada hari Rabu 14 mei 2025 Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump Dalam pertemuan singkat dengan Presiden interim Suriah Ahmed Al Sharaa di Arab Saudi menyampaikan syarat syarat pencabutan sanksi ekonomi, mendesak Suriah untuk segera menormalisasi hubungan dengan Israel. Trump menyampaikan ingin Suriah bergabung dengan Abraham Accords.
Abraham Accords adalah perjanjian untuk menormalisasi hubungan dengan Israel, yang telah ditandatangani oleh negara-negara Arab seperti Uni Emirat Arab (UEA), Bahrain, Maroko, dan Sudan. Perjanjian ini dibuat pada 2019 oleh pemerintahan Trump periode pertama. Sebelum ini, beberapa pejabat Suriah telah mengisyaratkan bahwa Damaskus terbuka untuk rujuk dengan Israel. Mereka mengatakan hal itu akan dilakukan dalam situasi yang tepat.
Pada hari Rabu 14 mei 2025, Dilansir kantor berita AFP, Gedung Putih mengatakan bahwa Trump meminta pemimpin baru Suriah tersebut untuk menormalisasi hubungan dengan Israel, bergabung dengan apa yang disebut Perjanjian Abraham, yang telah ditandatangani oleh beberapa negara Teluk Arab.
Trump juga meminta Sharaa untuk mendeportasi para militan Palestina, dan agar otoritas Suriah yang baru mengambil alih kamp-kamp untuk para petempur ISIS yang ditangkap, yang saat ini dikelola oleh para gerilyawan Kurdi yang ditentang oleh Turki, kata Gedung Putih.