Tolak Jemput Paksa MSA, Ribuan Santri Ponpes Shiddiqiyyah di Jombang Gelar Orasi

Kamis, 13 Januari 2022 05:05 WIB
Reporter : Redaksi

 

 

JOMBANG, Abdirakyat.com – Ribuan Santri dan Santriwati Pondok Pesantren (Ponpes) Majmaal Bahrain, Hubbul Wathon Minal Iman Shiddiqiyyah, yang terletak di Desa Losari, Kecamatan Ploso, Kabupaten Jombang menolak atas tudingan radikalisme di Pondoknya.

Ketua Umum DPP Organisasi Shiddiqiyyah, Joko Herwanto kepada beberapa awak media mengatakan, bahwa pihaknya sangat prihatin atas munculnya rekayasa kasus yang menimpa MSA menjadi hujatan besar baginya dan juga seluruh Pondok Shiddiqiyyah.

“Kami berkeyakinan, bahwa munculnya kasus yang melibatkan tersangka MSA adalah tanpa adanya informasi, yang kemudian melahirkan dalam tahap penyelidikan dan tanpa diperiksa terhadap MSA. Maka semakin menguatkan kami, bahwa kasus ini adalah kasus rekayasa. Pertama diinformasikan pelapor anak dibawah umur, faktanya terungkap bahwa yang bersangkutan adalah orang dewasadewasa,”terangnya kepada sejumlah wartawan. Rabu, (12/01/2022).

Menurutnya, upaya-upaya untuk menarik dari Komisi Perlindungan Anak dan pada faktanya, yang dilakukan pada ujung-ujungnya adalah rekayasa. Sejauh ini, ia mengatakan, tidak tahu makanya dari awal yang tersebut didalam pelapor ini adalah menyampaikan kejadian tahun 2017 dan baru dilaporkan pada tahun 2019.

“Dalam waktu 2 tahun ini ada apa? Apakah kasus dalam 2 tahun itu dipersiapkan, untuk kemudian melakukan rekayasa kasus dan tujuannya adalah kriminalisasi Pesantren Shiddiqiyyah. Fakta yang lain adalah kasus ini sudah P19 7 kali, pelimpahan selama 2 tahun dari Polda ke Kejaksaan yang dikembalikan 7 Kali dan ini kasus yang tidak lazim. Artinya ada upaya-upaya untuk memaksakan kasus ini menjadi kasus hukum, “ungkapnya.

Joko Herwanto menyebut, Dalam fakta persidangan Praperadilan, maka publik pun bisa melihat, bahwa tidak ada saksi mata satupun yang dihadirkan dalam persidangan dan ternyata hanya mendengar dari pelapor.

” Alat bukti yang disodorkan memaksakan kasus ini, ternyata dilapor Polda Jatim tidak ada yang lazimnya sebuah kasus pencabulan dan pemerkosaan pada saat kejadian, atau tidak lama dari kejadian yang bersangkutan pelapor tidak adanya visum. Hari ini kita dihadapkan pada fakta, 6 bulan setelah kejadian, pelapor baru mengajukan visum dan hasilnya yang pertama tidak ada bukti adanya tindaknya kekerasan seksual,”ujarnya.

Lebih lanjut, Joko Herwanto mengatakan, bahwa bagaimana membuktikan sebuah visum yang tidak punya kualitas, seperti tidak ada bukti sisa sperma, tanda-tanda kekerasan dan lain-lain.

“Dari fakta-fakta inilah, kemudian kami dan ribuan santri akan berupaya apapun resikonya untuk mempertahankan harkat dan martabat pesantren sebagai benteng agama Islam, sebagai benteng bangsa dan negara,”imbuhnya.

Ditanya terkait adanya jemput paksa dari Polda kepada tersangka MSA, ia menyebut, secara kelembagaan dan institusi, ia di didik untuk menghormati, baik itu Negara, Pemerintah, maupun institusi Polri. Namun demikian, kalau ada oknum-oknum yang diduga memaksakan kasus ini, maka pilihannya adalah mempertahankan.

“Praperadilan yang kedua adalah sebagai bentuk ikhtiar mekanisme yang ditempuh oleh tim pengacara untuk meminta keadilankeadilan. Khususnya kita akan membuktikan dalam praperadilan tentang ke ke absahan penetapan dari tersangka,”tutur Joko Herwanto.

Dia membantah, jika isu yang dikembangkan pelapor tidak pernah menghadiri sekalipun dalam pemeriksaan itu bohong. Faktanya adalah, bahwa terlapor setelah dilakukan pemeriksaan, terlapor hadir dalam pemeriksaan di Polda.

“Upaya-upaya terakhir kita berharap, agar pemerintah, khususnya institusi Polri, mempunyai nurani secara objektif melihat kasus ini berdasarkan fakta yang ada dan bukan berdasarkan kepentingan tertentu,”pungkasnya. (red)

Berita Terkait

bannera
iklan-besar-fix

Berita Terpopuler

Berita Teknologi

Berita Politik

bannera

Berita Ekonomi